Bukittinggi (Harian.co) — Atas beredarnya surat keputusan Ketua Organisasi FPII (Forum Pers Independent Indonesia) tentang Pemberhentian Anggota FPII yang baru-baru ini beredar. Sekretaris FPII Bukittinggi-Agam menyatakan pemecatan ini tak prosedural.
“Alasan tidak proseduralnya, sebagai berikut; (1) Kepengurusan organisasi apabila membuat kesalahan tentu ada teguran, Surat Peringatan 1, 2, dan 3. (2) Keputusan suatu organisasi tidak dapat diputuskan dengan sebelah pihak apabila rapat kurang dari setengah anggota yang tercantum. Itu biasanya sudah tertera dalam AD/ART. Rapat akan putus dan final apabila lebih dari setengah anggota dari rapat. (3) Pemberhentian anggota harus ada hasil rapat seluruh pengurus organisasi. Tidak bisa ketua atau wakil ketua memutuskannya,” jelasnya di Bukittinggi, pada Kamis, (06/05/2021).
“Jadi, ini yang mecat saya dri FPII punya SK gak? Justru saya lah yang berhak memecat anda. Karna anda tidak punya SK. Yang bikin surat pemecatan saya ini bukanlah ketua FPII tapi orang yang bikin kisruh FPII Bukittinggi Agam,” tambah Hendra Sekretaris FPII Bukittinggi-Agam.
Apalagi dalam musyawarah bersama dan pengakuan mereka sendiri, mereka sudah di Sumatera Barat. Saya dan kawan-kawan FPII Bukittinggi Agam pernah diajak untuk membesarkan FPII di Sumatera Barat, kami menolak karna kami ingin membesarkan FPII di Kota Bung Hatta.
Sangat jelas terpampang di website FPII, Setwil Sumatera Barat nama M yang mengaku Ketua FPII Bukittinggi Agam sudah menjadi Ketua Divisi Organisasi di Setwil Agam.
“Mereka sudah hijrah ke Sumatera Barat, janganlah kembali mengacau FPII Bukittinggi Agam lagi. Fokuslah membesarkan FPII dari Sumatera Barat. Pahamlah sedikit berorganisasi dan dewasalah,” paparnya.
Surat FPII ini tergolong surat kaleng, tidak jelas FPII mana yang membuat surat tertanggal 3 Mei 2021 tersebut dan tidak ada peringatan bahkan tidak ada tanda tangan sekretaris dan musyawarah organisasi terlebih dahulu. Ini cacat formil dan cacat administrasi. Pengambilan keputusan tanpa adanya sikap demokratis dan independen.
“Selain tergolong surat kaleng, tidak jelas FPII mana yang membuat surat tertanggal 3 Mei 2021, surat tersebut juga berlawanan dengan Pasal 6 huruf b dan c UU Pers dijelaskan peranan pers, yakni untuk menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, menghormati kebhinekaan, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Surat itu sangat jauh dari nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kebenaran,” pungkasnya.
Dan seharusnya mereka yang membuat surat kaleng tersebut jujur, apalagi tokoh Sumatera Barat, Bung Hatta mengajarkan kepada kita supaya meletakkan kejujuran diatas segala-galanya. Proklamator ini mengatakan bahwa, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki,” tutupnya.
Pewarta: Riyan