Pelalawan (Harian.co) — Ifriandi SH selaku praktisi hukum dan pengacara muda asal Kuala Kampar menduga tindakan PT. Trisetia Usahan Mandiri menguasai lahan dan mencoba untuk menggarap lahan dengan memasukkan beberapa alat berat jenis escavator ke Pulau Mendol itu jelas perbuatan melawan hukum dan Unprosedural. Sebagai penerima hak PT. TUM tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilik lahan dengan dasar Hak Guna Usaha (HGU).
Ketidakmampuan penerima hak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya yang tercantum didalam SK Pemberian hak secara yuridis formil hak guna usaha yang telah diberikan memenuhi syarat untuk dibatalkan oleh Menteri Agraria ATR/ BPN.
“PT. Trisetia Usahan Mandiri telah kehilangan hak untuk mengolah lahan yang berada di pulau mendol tersebut setelah Pemkab Pelalawan mencabut Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) kelapa sawit pada bulan April 2020 yang lalu, tanpa adanya IUP- B perusahaan telah kehilangan legitimasi untuk menggarap dan kemudian mengolah menjadi perkebunan sawit,” jelas Ifriandi SH yang juga tim kuasa hukum Gemppar, APKK, dan Masyarakat Kuala Kampar, Rabu (03/08/2022).
Sedari awal pemberian hak guna usaha kepada PT. Trisetia Usahan Mandiri ini kita menemukan banyak kejanggalan salah satu yang sangat terang benderang kejanggalan tersebut adalah disebutkan dalam poin rekomendasi oleh BPN Provinsi Riau.
Lahan tersebut merupakan areal diluar tanah gambut padahal secara jelas dan senyata – nyatanya lahan yang berada di pulau mendol itu merupakan lahan gambut semua dan sangat tebal. Sehingga ini masyarakat menduga ada kesengajaan dan pemalsuan informasi yang dilakukan oleh pihak BPN Provinsi Riau agar Hak Guna Usaha tetap dapat diberikan kepada perusahaan tersebut.
“Memberikan izin atau hak guna usaha dilahan Gambut dan diperuntukkan tanaman sawit sesungguhnya melanggar PP. No.71 tahun 2014 tentang perlindungan lahan gambut. Serta melanggar PP No.10 tahun 2011 tentang moratorium pemberian izin baru,” terangnya.
Didalam SK pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Trisetia Usahan Mandiri pada diktum kedua dan ketiga mewajibkan penerima hak memenuhi beberapa kewajiban yaitu:
1. Tanah yang diberikan hak guna usaha ini harus dipergunakan untuk usaha perkebunan dengan jenis tanaman yang telah mendapat persetujuan dari instansi teknis yang bertanggung jawab dibidang usahanya. Faktanya sekarang perusahaan tidak lagi memiliki izin teknis tersebut karena sudah dicabut artinya kewajiban ini tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. Sehingga SK pemberian hak kepada PT. Trisetia Usahan Mandiri sudah memenuhi syarat untuk dicabut.
2. Penerima hak dilarang menelantarkan tanahnya. Fakta membuktikan sejak diberikan hak pada tahun 2018 dengan terbitnya sertifikat Hak Guna Usaha oleh BPN Kab. Pelalawan dengan no sertifikat 00146 dan 00147 penerima hak telah menelantarkan tanah tersebut selama lebih kurang empat tahun hal ini jelas melanggar Pasal 27 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah. Sehingga SK pemberian hak kepada PT. Trisetia Usahan Mandiri sudah memenuhi syarat untuk dicabut sebagaimana disebutkan pada diktum kelima SK pemberian hak tersebut
3. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 tahun 2013 tentang perizinan usaha perkebunan diatur bahwa terhadap IUP- B yang telah dicabut selanjutnya diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dibatalkan hak atas tanahnya dan hal ini sudah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kab.Pelalawan melalui Dinas Penanaman Modal melalui suratnya tertanggal 31 Agustus 2020 mengusulkan pencabutan tersebut kepad Kementrian Agraria ATR dan BPN namun hingga hari ini belum ada tindak lanjut.
“Bahwa berdasarkan apa yang telah kami uraikan diatas tidak ada lagi alasan bagi Kementerian Angraria dan Tata Ruang/BPN RI untuk tidak melakukan pencabutan SK pemberian hak tersebut, jika itu tidak dilakukan maka kami bertanya ada apa? Sudah jelas ada pelanggaran, sudah jelas tidak lagi memenuhi syarat kenapa masih belum dicabut ?,” imbuhnya.
Jika tuntutan pencabutan tersebut tidak segera dilakukan maka masyarakat pulau Mendol Kuala Kampar akan melakukan upaya hukum serta melakukan aksi unjuk rasa secara terus-menerus sesampainya SK itu di cabut.
“Jangan mempertontonkan pelanggaran hukum padahal kita sudah sepakat negara kita adalah negara hukum, hukumlah sebagai panglima sebagaimana amanat konstitus UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, Selain itu kami mendesak kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan kabupaten Pelalawan untuk melakukan penegakan hukum kepada perusahaan ini karena melakukan aktivitas dilahan gambut tanpa ada mengantongi izin jelas, ini merupakan tindakan pengrusakan lingkungan yang ada unsur pidananya,” tutupnya.
Pewarta: Tosmen