Lika-liku Perjalanan Proses Hukum Dugaan Perusakan Lingkungan yang Dilaporkan Arimbi

PELALAWAN (Harian.co) — Lika-liku perjalanan proses hukum terkait dugaan perusakan lingkungan akibat normalisasi Sungai Kerumutan yang dilaporkan Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) masih terus bergulir.
Menurut informasi yang diterima, Bupati Pelalawan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam hal ini sebagai pihak yang di Laporkan oleh Yayasan Arimbi pada Oktober 2022 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Pelalawan, Zukri ketika dikonfirmasi mengatakan dirinya akan segera melakukan konferensi pers menyikapi pemberitaan yang sempat ramai dikalangan masyarakat.
“Nantik kita buat konferensi pers nya,” kata Zukri menjawab singkat melalui seluler pribadinya belum lama ini.
Meski dinilai melanggar ketentuan undang-undang lingkungan, stakeholder terkait, dinas DLH Pelalawan, Eko Novitra mengungkapkan projek tersebut telah mengantongi dokumen perizinan berupa SPPL.
Dikutip dari goriau.com, Eko menjelaskan kegiatan pencucian sungai tidak memerlukan persetujuan lingkungan sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 53 Tahun 2020 tentang mekanisme dan tata cara penerbitan rekomendasi UKL-UPL dan SPPL di Kabupaten Pelalawan.
“Kegiatan pencucian sungai ini ada di dalam peraturan itu. Sehingga kegiatan pencucian sungai ini hanya diwajibkan membuat SPPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan,” bebernya seperti dikutip dari goriau.com beberapa waktu lalu.
Konsorsium yang dibentuk oleh pemerintah daerah berhasil mengumpulkan dana Corporate Social Resposibility (CSR) mencapai Rp 1.100.000.000,- (Satu Milyar Seratus Juta Rupiah) dengan kontraktor PT. Sungai Nago Melingko (PT SNM).
Ketika ditelusuri alamat kantor Perusahaan PT. Sungai Nago Melingko yang berada di Jl. Maharaja Indra, Kab. Pelalawan berdasarkan alamat yang dicantumkan di laman website Menkum Ham ternyata tidak ditemukan.
“Dulu kantor di Ruko belakang Masjid Raya, sekarang di rumah kita di jalan Raja,” ujar Direktur PT Sungai Nago Belingko, Khairil beberapa waktu lalu.
“Bagus itu, kalau sudah ada kesadaran untuk melakukan konfrensi pers. Sebagai kepala daerahn beliau memang harus mengedepankan keterbukaan informasi. Tapi dengan catatan tidak melakukan pembodohan kepada masyarakat. Contohnya, dengan menyebut normalisasi menjadi cuci sungai. Karena sepanjang pengetahuan saya tidak ada istilah tersebut dalam dokumen lingkungan hidup. Istilah itu kemudian dimunculkan untuk mengingkari peraturan perundang-undangan saja,” ujar Mattheus kepada media ini.
Lanjut Mattheus, saran saya untuk pak Bupati dan kepala dinas Lingkungan Hidup Pelalawan agar tidak mengatasnamakan kepentingan masyarakat ketika ini telah menjadi permasalahan hukum. 
“Berikanlah pembangunan yang tidak melanggar hukum. Pembangunan itu juga adalah sarana edukasi kepada masyarakat. Bagaimana masyarakat akan patuh hukum jika pemimpin daerahnya melanggar hukum?,” tegas Mattheus.
Tosmen