Hutan Mangrove di Kabupaten Rohil Rusak, Pantauan Polsus PWP3K Penebangan Secara Ilegal Merajalela

ROHIL (Harian.co) — Pelaku pembabatan hutan mangrove dengan berbagai alasan jelas melanggar ketentuan undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, telah diatur larangan penebangan pohon diwilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi. 
Pantauan Polisi Khusus (Polsus) Pengawasan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (PWP3K) Zulkarnain mengatakan, “Pembabatan mangrove yang dilakukan oleh oknum dan masyarakat seperti Pulau Barkey dan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) harus diusut dan dipidanakan,” kata Zulkarnain Sebagai Pelaksana pengendali kegiatan kerja pos pengawasan sumberdaya kelautan perikanan (SDKP) Wilayah 3 Dinas Perikanan dan kelautan provinsi riau kepada wartawan Jumat (20/02/2023).
Zul menjelaskan, Sebagai warga hendaknya mengawasi dan menjaga kelestarian ekosistem perairan diwilayah pesisir, bukan malah melakukan pengrusakan dengan cara membabat secara liar untuk digunakan kayu bakar (arang) bahkan sampai dipasarkan langsung secara ilegal ke negara jiran Malaysia untuk digunakan sebagai kayu “teki” (cerocok pondasi bangunan).
Kita telah melakukan pengawasan disepanjang dipesisir pantai hutan mangrove Pulau Barkey dan kawasan hutan mangrove Kecamatan Sinaboi. Petugas pengawas sepanjang pinggiran sungai terdapat tumpukan kayu jenis bakau secara ilegal.
Informasi yang dihimpun oleh petugas (PWP3K) mengatakan, penebangan sudah tidak heran dan sudah menjadi tradisi turun temurun oleh masyarakat setempat, kayu hasil penebangan ilegal dari hutan mangrove dinamakan kayu “teki” dan dijual kepada penampung (oknum) dengan harga Rp 3000 s/d Rp 5000 perbuatan tergantung ukuran besar kecilnya.
Dilokasi penumpukan kayu tersebut merupakan hasil tebangan secara ilegal dibeberapa tempat kawasan mangrove dan oknum memuat kayu tersebut mengunakan kapal yang lebih besar dan dijual keluar negri jiran Malaysia dengan harga Rp 18000 perbuatan,  pungkasnya.
Satria